Jumat, 03 April 2009

LAPORAN ABATOIR

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu komplek bangunan dengan desain dan persyaratan-persyaratan teknis tertentu yang dipergunakan sebagai tempat pemotongan hewan, penanganan serta pemrosesan dagingnya secara benar bagi konsumsi masyarakat luas.

Sebagai suatu usaha peternakan, RPH berfungsi sebagai tempat pemotongan ternak untuk dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, RPH melindungi konsumen terhadap kehalalan ternak yang dipotong, kesehatan daging, dan menjaga kualitas daging yang dihasilkan. Dalam proses pemotongan/penyembelihan hewan, banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain kesehatan ternak dan tempat pemotongan yang layak. Hal ini penting sekali diperhatikan, tidak saja pemotongan dilakukan menurut syariat Islam, tetapi juga harus dipertimbangkan segi kehewanannya (animal welfare). Jadi tidak asal menyembelih. Untuk siap diedarkan pada konsumen, banyak hal yang perlu dicermati.

Sebagai langkah awal, rencana pendirian Rumah Potong Hewan (RPH) perlu didahului dengan memperhatikan aspek ekonomi, teknis, finansial dan lingkungan. Keseluruhan aspek ini akan menentukan dan mempengaruhi kelayakan pendirian suatu RPH.

Oleh karena itu, diadakannya Praktek Lapang Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak di Rumah Potong Hewan Tamarunang, Gowa.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari Praktek lapang ini yaitu dapat melihat secara langsung kondisi bangunan Rumah Potong Hewan (RPH), membandingkan antara RPH yang dikunjungi dengan RPH yang disaksikan pada film dokumenter atau yang diterima pada perkuliahan serta mengetahui pemanfaatan RPH oleh masyarakat setempat.

Adapun kegunaan dari praktek lapang ini yaitu agar mahasiswa dapat secara langsung kondisi bangunan Rumah Potong Hewan (RPH), mahasiswa dapat membandingkan antara RPH yang diunjungi dengan RPH pada film dokumenter serta dapat mengetahui pemanfaat RPH bagi masyarakat.

C. Waktu dan Tempat

Praktek lapang Abaoir dan Teknik Pemotongan Ternak pada kunjungan ke Rumah Potong Hewan (RPH) Tamarunang pada hari Sabtu, 27 April 2008 bertempat di RPH Tamarunang Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

PEMBAHASAN

A. Sejarah RPH Tamarunang

RPH Tamarunang terletak di Kabupaten Gowa dan dibangun pada tahun 2000 atas bantuan dari luar negeri yaitu dari Jepang sebanyak 5 milyar. RPH ini merupakan RPH yang modern dari 10 RPH yang ada di Indonesia bila ditinjau dari segi peralatan dan juga fasilitas. RPH ini diresmikan oleh presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2001. RPH ini dibangun dengan tujuan masyarakat dapat mengkonsumsi daging yang aman, sehat, utuh, dan halal.

Keadaan geografis RPH Tamarunang sengat mendukung berjalannya aktivitas RPH tersebut. Pada umumnya sapi potong yang dipotong di RPH Tamarunang yaitu sapi Bali, kadang-kadang dilakukan pemotongan untuk kerbau, kuda, dan juga kambing.

B. Bangunan-Bangunan RPH Tamarunang

Adapun bangunan-bangunan yang ada di RPH Tamarunang yaitu bangunan utama dan juga bangunan penunjang. Bangunan utama terdiri atas dua bagian yaitu : 1) bangunan induk yang terdiri atas ruang pemotongan (killing box, rail system), ruangan pengolahan kulit, kepala dan kaki, ruang penanganan jeroan merah (Jantung, paru-paru, dan limpa), ruang penanganan jeroan hijau (rumen, reticulum , omasum dan abomasum, usus), ruang chilling (pelayuan), ruang deboning, dan ruang karyawan. 2) Kandang penampungan, kandang karantina, dan gangway menuju bangunan induk. Bangunan penunjang yang terdiri atas kantor, kantin, rumah dinas 3 unit, bengkel, ruang pembakaran, ruang genset, instalasi air, garasi, dan mushallah. Yang termasuk daerah kotor adalah tempat pemingsanan, tempat pemotongan, pengeluaran darah, ruang jeroan, ruang pemeriksaan post mortem. Sedangkan daerah bersih terdiri dari ruangan pembagian karkas, ruang pelayuan (chilling), ruang pembagian karkas dan ruang pengemasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007c), bahwa suatu RPH harus dilengkapi dengan bangunan utama, kandang penampungan, dan kandang isolasi, dimana setiap bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menghasilkan daging yang higienis serta masing-masing bangunan dilengkapi saluran limbah dan sumber air yang cukup selama pemotongan. Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi, dan fisik yang tinggi sedangkan daerah bersih adalah derah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi, dan fisik yang rendah. Yang termasuk daerah kotor adalah tempat pemingsanan, tempat pemotongan, pengeluaran darah, ruang jeroan, ruang pemeriksaan post mortem. Sedangkan daerah bersih terdiri dari ruangan pembagian karkas, ruang pelayuan (chilling), ruang pembagian karkas dan ruang pengemasan.

C. Peralatan dan Tenaga Kerja RPH Tamarunang

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam pemotongan yaitu :

· Pisau causer (Causer knife), yang digunakan untuk menyembelih dan terbuat dari bahan stainless steel

· Skabbar, digunakan untuk menyimpan alat-alat pemotongan seperti pisau

· Sharpening, digunakan untuk mengasah/mempertajam pisau

· Hot emertion, digunakan untuk sterilisasi alat-alat dengan menggunakan air panas.

· Mata gergaji mesin, digunakan untuk pembelahan karkas

· Gergaji tangan, digunakan untuk pembelahan karkas

· Penggantung rel, digunakan untuk menggantung sapi dengan menggunakan electrical hois

· Timbangan digital, digunakan untuk menimbang karkas

· Pakaian Pekerja, warna putih digunakan untuk pekerja yang beraktivitas di daerah bersih, dan warna kuning untuk pekerja yang beraktivitas di daerah kotor.

Tenaga kerja yang ada di Rumah Pemotongan Hewan Tamarunang adalah kurang lebih 50 orang. 4 orang yang mengurusi manajemen RPH, 10 pekerja derah kotor, 10 pekerja daerah bersih, 2 dokter hewan, dan sebagian lagi jagal, pekerja yang mengurusi pembuatan bokashi serta pekerja yang mengurusi hasil sampingan ternak seperti kulit, tanduk, dll. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007c) bahwa jumlah tenaga kerja yang ada di rumah potong hewan yaitu 30 orang atau lebih, dibagi dalam pekerja yang bekerja di daerah kotor dan pekerja yang berada di daerah bersih serta pekerja yang mengurusi urusan selain pemotongan, ditambah dengan 2 orang dokter hewan yang mengurusi kesehatan ternak yang akan disembelih, dan juga memeriksa layak tidaknya daging yang dihasilkan untuk dikonsumsi.

D. Proses Pemotongan

Proses pemotongan yang dilakukan di RPH tamarunang yaitu terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh dokter hewan, setelah dinyatakan sehat oleh dokter hewan lalu dimasukkan ke dalam killing box yang berfungsi sebagai tempat pemotongan dengan cara menjepit dan membaringkan agar penanganan saat penyembelihan lebih mudah. Setelah proses pemotongan selesai kemudian kaki ternak diangkat dengan big hanger untuk dilakukan pengulitan, setelah itu dimasukkan ke ruang kotor untuk mengeluarkan jeroan hijau (rumen, retikulum, omasum dan abomasun). Kemudian setelah itu dimasukkan ke dalam ruang bersih untuk mengeluarkan jeroan merah, setelah itu ditimbang. Setelah penimbangan kemudian karkas yang segar siap untuk dijual atau karkas tersebut dimasukkan ke dalam ruang pelayuan (chilling) atau masuk ke dalam ruang boneless untuk memisahkan daging dengan tulang. Menurut Blakely (1992) prosedur pemotongan yaitu dimulai dari : 1) Persiapan sebelum pemotongan, 2) Stunning, 3) Penyembelihan dan pengeluaran darah (blooding), 4) Pengulitan (skinning), 5) Pengeluaran isi dalam (evisceration), 6) Pembelahan, 7) Trimming, 8) Inspection, 9) Pencucian dan 10) Penimbangan dan grading. Dan menurut Soeparno (1992), bahwa pada dasarnya ada dua cara/teknik pemotongan ternak yaitu : 1) teknik pemotongan secara langsung, dan 2) teknik pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan ternak secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat, dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis, vene jugularis, dan oesophagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung artinya ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar-benar pingsan.

Penanganan daging yang telah dipotong harus terjaga dengan baik untuk menghasilkan daging yang sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007b) bahwa Daging yang dipotong dari hewan sehat harus ditangani dengan bersih (higienis) dan baik agar tetap memiliki gizi yang baik, tidak mengandung bibit penyakit atau kuman-kuman berbahaya, tetap segar dan tidak mudah busuk.

E. Produk-Produk Sampingan

Dalam proses pemotongan, dihasilkan juga limbah hasil pemotongan yang masih bisa dimanfaatkan menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis. Adapun produk sampingan yang dihasilkan oleh RPH Tamarunang adalah pupuk kompos dan juga biogas. Dimana pupuk ini bisa digunakan untuk memupuk tanaman. Pupuk yang dihasilkan berasal dari isi perut dan juga feses dari hewan. Hasil by produk ini memberikan kontribusi terhadap keuntungan RPH Tamarunang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007a) bahwa by produk merupakan suatu hasil sampingan limbah suatu pengolahan atau suatu produk yang kemudian dimanfaatkan dan menghasilkan nilai manfaat atau nilai tambah ekonomis.

F. Pemasaran Produk

Rumah potong hewan Tamarunang biasanya memotong sekitar 15 ekor/ hari dan pada waktu hari raya dapat mencapai 25 ekor/hari. Dimana ternak dipotong biasanya berasal dari daerah Barru, Gowa, Bone, dan daerah lain. Pemasaran daging dari RPH Tamarunang adalah daerah Gowa, Makassar, Maros, dan sebagian dikirim ke Balikpapan. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa segmen pasar atau target konsumen berada pada daerah Gowa pada khususnya, dan daerah Makassar pada umumnya. Daerah lain seperti Maros, Barru juga mendapatkan pasokan dari RPH Tamarunang, dan sebagian lagi dikirim ke Balikpapan apabila produksi melimpah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007d) bahwa pemasaran adalah salah satu proses menyatukan kemampuan suatu organisasi dengan permintaan-permintaan pelanggan atau konsumen, dengan kata lain bahwa pemasaran adalah sebagai salah satu alat strategi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.

G. Pemanfaatan RPH bagi Masyarakat

Rumah potong hewan merupakan tempat pengolahan ternak menjadi daging yang dibangun oleh pihak pemerintah atau pihak asing, dimana RPH dibangun agar dapat memberi manfaat pada masyarakat yang mengonsumsi hasil produk yang dihasilkan oleh rumah potong tersebut. Adapun manfaat RPH bagi masyarakat adalah menyediakan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal dan juga menyerap tenaga kerja bagi masayarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007b) bahwa Pembangunan RPH ditujukan sebagai tempat pemotongan yang menghasilkan daging yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

· Rumah Potong Hewan Tamarunang Terletak di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

· RPH Tamarunang memiliki fasilitas bangunan yang modern dan peralatan yang canggih

· Proses pemotongan ternak yang dilakukan di RPH Tamarunang menggunakan cara tradisional

· RPH Tamarunang menyediakan daging yang berkualitas ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) serta mampu menyerap tenaga kerja dan juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gowa.

1 komentar:

Ollivia mengatakan...

wew..masnya peternakan juga ya..
sekarang dah kerja? dimana?
Salam kenal...:)