PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan yang baik untuk dikomsumsi adalah makanan yang disamping mengandung berbagai jenis komponen bahan pangan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, juga harus mudah dicerna, sehingga bagian yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh cukup tinggi. Susu sudah lama diketahui sebagai bahan pangan yang memiliki daya cerna tinggi yaitu mendekati 100% yaitu 98% untuk daya cerna terhadap protein dan 99% terhadap karbohidrat dan lemak sehingga dapat digunakan secara efisien oleh tubuh manusia. Air susu sapi adalah air susu yang terbanyak dikomsumsi manusia. Susu yang mengandung berbagai komponen bahan pangan tersebut, juga merupakan substrat yang sangat sesuai bagi prtumbuhan mikroorganisme, baik bakteri, kapang maupun khamir. Akibat pertumbuhan berbagai jenis mikroba ini, maka susu dapat mengalami perubahan-perubahan rasa, baik warna dan penampakan, sehingga tidak lagi dapat dikomsumsi segar atau untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai macam produk olahan susu.Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, susu dapat diperpanjang daya simpannya dengan berbagai tehnik dan cara pengawetan dan pengolahan. Usaha-usaha tersebut terus ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan semakin meningkatnya keinginan manusia untuk melakukan diversifikasi pangan.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun kegunaan dari praktikum susu pasteurisasi dan pembuatan keju adalah:
1. Mengetahui perbedaan teknik pasteurisasi LTLT dan HTST
2. Mendeteksi kesempurnaan pasteurisasi pada kedua teknik pasteurisasi
3. Mengetahui cara pembuatan keju dan pemeriksaan kualitasnya
4. Mencari teknik meningkatkan kualitas keju dalam meningkatkan kualitas produk
Adapun kegunaan dari praktikum susu pasteurisasi dan pemuatan keju adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui perbedaan teknik pasteurisasi LTLT dan HTST
2. Agar mahasiswa dapat mendeteksi kesempurnaan pasteurisasi pada kedua teknik pasteurisasi
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan keju dan pemeriksaan kualitasnya
4. Agar mahasiswa dapat mencari teknik meningkatkan kualitas keju dalam meningkatkan kualitas produk
A. Tinjauan Umum Susu
Air susu (milk) adalah sekresi dari kelenjar susu pada mamalia yang merupakan cairan kompleks yang mengandung komponen zat nutrisi untuk makanan hewan muda (Walstra dan Jennes, 1984). Menurut air susu sapi adalah air susu yang tidak dikurangi atau dibubuhi sesuatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus Ressang dan Nasution (1986). Sedangkan menurut Bylund (Susu 1995) adalah makanan pada mamalia muda selama periode dalam hidupnya yang dibutuhkan sebagai sumber energi dan untuk pertumbuhan dan juga mengandung antibody yang dapat memproteksi mamalia muda terhadap infeksi (malakaa, 2007)
Standar Susu Segar
Kita mengetahui nilai Total Solid, Berat Jenis dan Titik Beku adalah untuk menetukan kualitas susu tersebut, karena ke 3 hal tersebut merupakan sebagian dari indicator standar susu segar.
Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 01-3141-1998
Berdasarkan SK Dirjen Peternakan Nomor 17 tahun 1983
Sumber : Badan Standar Nasional
Sekresi air susu
Sekelompok kelenjar air susu terdiri dari beberapa gelembung-gelembung (alveoli) air susu. Dinding alveoli terdiri dari selapis epitel yang disebut sel myoepitel. Sel-sel ini membentuk air susu dari zat-zat yang berasal dari darah, kemudian mensekresikan ke dalam lumen alveoli. Dari lumen alveoli kemudian dialirkan masuk ke dalam sisterna melalui duktus alveolus ke lobus kemudian ke lobulus dan akhirnya ke sisterna ambing. Duktus (saluran-saluran) halus dari alveolus bertemu dan menjadi duktus yang lebih besar. Sisterna ambing adalah suatu ruangan yang terdapat di bagiam bawah tiap-tiap kwartir dan kemudian masuk kedalam sisterna puting. Lubang putting susu mempunyai otot-otot sirkuler di dalam dindingnya. Akibat dari ransangan syaraf atau karena tekanan air susu di dalam ambing, maka otot mengendur (relaksasi) sehingga air susu keluar. Tiap-tiap sisterna terpisah satu sama lain, sehingga proses radang sering hanya menyerang sisterna tertentu. Penularan pada kwartir lainnya umumnya terjadi melalui lubang putting susu.
Gambar 4. Struktur kelenjar mamae dan sel sekresi di sekitar lumen alveolus (Malakab , 2009)
Komposisi air susu berdasarkan nilai nutrisinya sebagai bahan mentah sifat-sifatnya bervariasi. Berikut ini adalah klasifikasi kasar dari komposisi air susu :
Komponen Rata-rata (%) Interval (%) Rata-rata (%) BK
Air 87,3 85,5 – 88,7 -
Padatan tanpa lemak 8,8 7,9 – 10,0 69,0
Lemak dalam BK 31,0 21,0 – 38,0 -
Laktosa 4,6 3,8 – 5,3 36,0
Lemak 3,9 2,4 – 5,5 31,0
Protein 3,25 2,3 – 4,4 36,0
Kasein 2,6 1,7 – 3,5 20,0
Mineral 0,65 0,53 – 0,80 5,1
Asam organic 0,18 0,13 – 0,22 1,4
Lainnya 0,14 - 1,1
Sumber : (Malakac, 2007)
Sifat kimia dan fisik dari susu
Sebelum membicarakan komposisi air susu, ada baiknya dibicarakan serba singkat tentang sifat-sifat air susu. Sifat susu yang perlu diketahui adalah bahwa susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikrobia sehingga apabila penanganannya tidak baik akan dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya (“zoonosis”). Disamping itu susu sangat mudah sekali menjadi rusak terutama karena susu merupakan bahan biologik (Anonima, 2007)
Air susu selama didalam ambing atau kelenjar air susu dinyatakan steril, akan tetapi begitu berhubungan dengan udara air susu tersebut patut dicurigai sebagai sumber penyakit bagi ternak dan manusia. Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, panas jenis dan kekentalannya. Sedangkan sifat kimia susu yang dimaksud adalah pH dan keasamannya.(Anonimb, 2007)
Sifat fisik dari susu
Menurut Anonimb, (2007) bahwa sifat fisik dari susu terdiri dari :
1. Warna air susu :
Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
2. Rasa dan bau air susu
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan kualitas air susu. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Buckle et al., (1987) menyatakan bahwa cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin merupakan akibat dari:
a. Sebab-sebab fisiologis seperti cita rasa pakan sapi misalnya alfalfa, bawang merah, bawang putih, dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari pakan dan air minum sapi.
b. Sebab-sebabdari enzim yang menghasilkan cita rasa tengikkarena kegiatan lipase pada lemak susu.
c. Sebab-sebab kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
d. Sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.
e. Sebab-sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada disekitarnya, sabun dan dari larutan chlor.
Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air susu.
3. Berat jenis air susu :
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu = 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh :
§ perubahan kondisi lemak
§ Adanya gas yang timbul didalam air susu
4. Kekentalan air susu (viskositas)
Seperti BJ maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.
5. Titik beku dan titik cair dari air susu :
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah –0.5000 C. Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi –0.5200 C. Titik beku air adalah 00 C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik beku. Karena campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100°C dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu dengan air.
6. Daya cerna air susu :
Air susu mengandung bahan/zat makanan yang secara totalitas dapat dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan sempurna atau 100%. Oleh karena itu air susu dinyatakan sangat baik sebagai bahan makanan. Tidak ada lagi bahan makanan baik dari hewani terlebih-lebih nabati yang sama daya cernanya denagn air susu (Anonimc, 2007)
Sifat Kimia Susu
Keasaman dan pH Susu : susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek, asam sitrat, asam-asam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pemburukan bakteri (Anonimd, 2007)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas susu
Menurut Anonima (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi susu adalah :
a. Penanganan kandang dan kamar air susu Jangan biarkan air susu terlalu lama di daerah kandang pemerahan, dan jangan simpan air susu pada ruang/kamar air susu yang berbau atau baru dicat.
b. Pengaturan ransum sapi yang sedang laktasi, hendaknya makan yang diberikan kepada sapi sedang berlaktasi jangan berbau, oleh karena bau dari makanan akan diserap air susu melalui peredaran darah.
c. Teknis pemerahan
Baik tukang perah maupun alat-alat perah misalnya ember, bus, saringa hendaknya bebas dari kuman. Untuk alat-alat perah dicuci dengan desinfektan, kemudian dibilas dengan air sebersih mungkin dan dijemur. Perlakuan terhadap ambing mendapat perhatian khusus. Ambing berfungsi sebagai mesin memproduksi air susu. Bila terjadi kelainan makaproduksi dapat terganggu.
d. Pasca panen
Yang diartikan pasca panen ialah perawatan/penanganan air susu setelah diperah hingga air susu dikonsumsi oleh konsumen. Hal ini meliputi processing, storage,pachage, transportasi dan pemasaran. Setiap fase penanganan diatas dengan mudah mengalami penurunan mutu dan jumlah
Ciri-Ciri Susu
Susu merupakan cairan yang kompleks, mengandung berbagai macam komponen zat makanan dalam bentuk dispersi. Sifat-sifat fisiknya dan perubahan-perubahannya dapat diketahui dengan mudah bila kita mempunyai pengetahuan tentang semua komponen yang dikandungnya dan pengaruh masing-masing komponen yang satu dengan komponen lainnya. Susu merupakan sekresi kelenjar susu mamalia yang diperuntukkan bagi hewan muda. Sebelumnya, tahun 1850, susu telah diketahui mengandung lemak, gula, protein dan mineral. Sejumlah penelitian abad sesudahnya telah mengetahui adanya susunan komposisi dari susu normal. Konstituen ini berada dalam tiga sifat yaitu larutan, dispersi koloidal dan emulsi. Jadi sifat kimia susu mencakup pengetahuan tentang fisika, organik dan biokimia. (Malakad ,2007)
Tujuan Uji Alkohol dan iodin
Tujuan dari pengujian alkohol dan iodin adalah untuk melihat adanya penyimpangan-penyimpangan mutu susu misalnya susu menjadi asam, susu bercampur dengan kolostrum atau adanya mastitis.(Anonima, 2009)
A Tinjauan Umum Susu Pasteurisasi
Sejarah pasteurisasi
Pasteurisasi diperkenalkan oleh louis pasteur yang pada pertengahan abad ke-19. Penelitian dasarnya adalah pengaruh efek letal pemenasan terhadap mikroorganisme dan penggunaan perlakuan pemasan sebagai suatu teknik pengawetan. Pasteurisasi susu merupakan perlakuanb pemasan khusus yang dapat didefinisikan sebagtai perlakuan pemanasan susu yang dapat mematikan bakteri tuberkulosis tanpa mempengaruhi sifat fisik dan kimia susu ( Malakae, 2007).
Mamfaat Susu pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses memanaskan makanan dengan tujuan membunuh organisme patogen (dapat menyebabkan penyakit) seperti bakteri, virus, protozoa, jamur (kapang), dan ragi. Tidak seperti sterilisasi yang mematikan semua mikroorganisme, baik yang patogen maupun yang menguntungkan. Pasteurisasi mengurangi jumlah mikroorganisme hidup hingga tidak lagi berisiko menyebabkan penyakit (dengan asumsi produk yang telah dipasteurisasi disimpan dalam keadaan dingin dan dikonsumsi sebelum tanggal kadaluarsa). Segolongan orang berpendapat bahwa kasein dalam susu pasteurisasi telah berubah menjadi beta-casomorphin-7, yang diduga ada hubungannya dengan autisme. Argumentasi ini didasarkan pada pengetahuan yang kurang layak tentang pencernaan kasein. Yang mengubah kasein menjadi casomorphin adalah sistem pencernaan manusia, proses pasteurisasi susu. Dengan demikian sumber kasein, apapun bentuknya (susu pasteurisasi, keju, yogurt, dan lain-lain), hasil cernanya tetap sama. Sebagai tambahan, kasein tidak terdegradasi pada temperatur proses pasteurisasi, tapi terkoagulasi (tergumpalkan) pada saat dididihkan. Ini menjelaskan mengapa susu yang dididihkan memiliki konsistensi (penampakan ‘kesatuan bentuk’) yang berbeda. Dan karena itulah, sebaiknya susu tidak dididihkan.
Untuk definisi pendidihan sendiri, sila simak boiling, agar tidak rancu dengan pernyataan ‘kalau begitu saat susu dipanaskan dengan pasteurisasi atau UHT maka kaseinnya rusak, karena susunya dididihkan’. Macam-macam susu pasteurisasi
1. Pasteurisasi rendah. Pasteurisasi dengan suhu 74oC selama 15 detik menyebabkan sebagian besar mikroorganisme mati, beberapa enzim inaktif dan sebagian protein whey menjadi tidak larut.
2. Pasteurisasi tinggi. Pasteurisasi dengan suhu 90oC selama 15 detik menyebabkan semua mikroorganisme mati dan sebagian besar enzim menjadi inaktif serta protein whey menjadi tidak larut.
Mamfaat Pasteurisasi:
a. Untuk membunuh bakteri pathogen, yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia (mycobacterium tubercolosis)
b. Untuk membunuh bacteri tertentu yaitu dengan mengatur tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi
c. Untuk mengurangi populasi bakteri dalam bahan susu
d. Untuk mempertinggi atau memperpanjang daya simpan bahan
e. Dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik konsumen
f. Pada pasteurisasi susu, proses ini dapat menginaktifkan fosfatase dan katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak (Anonimb, 2007)
C. Tinjauan Umum Keju.
Keju (diambil dari bahasa Portugis queijo) adalah makanan padat yang dibuat dari susu sapi, kambing, domba, dan mamalia lainnya. Keju dibentuk dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan kombinasi rennet dan pengasaman. Bakteri juga digunakan pada pengasaman susu untuk menambahkan tekstur dan rasa pada keju. Pembuatan keju tertentu juga menggunakan jamur. Ada ratusan jenis keju yang diproduksi di seluruh dunia. Keju memiliki gaya dan rasa yang berbeda-beda, tergantung susu yang digunakan, jenis bakteri atau jamur yang dipakai, serta lama fermentasi atau penuaan. Faktor lain misalnya jenis makanan yang dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu. Keju berharga karena umurnya yang tahan lama, serta kandungan lemak, protein, kalsium, and fosforusnya yang tinggi. Keju lebih mudah kecil dan lebih tahan lama dari susu.(wikipediaa, 2009)
Keju sudah diproduksi sejak jaman prasejarah. Tidak ada bukti pasti dimana pembuatan keju pertama kali dilakukan, di Eropa, Asia Tengah, maupun Timur Tengah, tetapi praktek pembuatan keju menyebar ke Eropa sebelum jaman Romawi Kuno, dan penurut Pliny, pembuatan keju telah menjadi usaha yang terkoordinasi pada masa Kekaisaran Romawi. Perkiraan awal adanya pembuatan keju adalah antara 8000 SM (ketika domba mulai diternakkan) sampai 3000 SM. Pembuat keju pertama diperkirakan adalah manusia di Timur Tengah atau suku-suku nomaden di Asia Tengah. Bukti arkeologis pertama tentang pembuatan keju ditemukan pada mural di makam Mesir Kuno, yang dibuat pada 2000 SM. Mitologi Yunani Kuno menyebutkan Aristaeus sebagai penemu keju. Odyssey tulisan Homer (800 SM) mengatakan bahwa Cyclops membuat keju dengan menggunakan dan menyimpan susu domba dan kambing. Pada masa Romawi Kuno, keju sudah menjadi makanan sehari-hari, dan pembuatan keju telah menjadi usaha yang telah teratur, tidak jauh berbeda dengan pada masa kini. De Re Rustica tulisan Columella (65 M) menceritakan pembuatan keju dengan rennet, proses menghilangkan kandungan air, penggaraman, dan proses penuaan.
Natural History karya Pliny (77 M) memiliki bab (XI, 97) yang menjelaskan berbagai jenis keju yang dikonsumsi oleh orang Romawi pada awal Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi menyebarkan cara teknik pembuatan keju yang seragam di Eropa, serta memperkenalkan pembuatan keju ke daerah yang belum mengetahuinya. Dengan kejatuhan Kekaisaran Romawi, variasi pembuatan keju di Eropa semakin banyak. Dengan daerah-daerah tertentu mengembangkan teknik pembuatan keju yang berbeda-beda. Perancis dan Italy masing-masing saat ini memiliki sekitar 400 macam keju. Namun, kemajuan seni pembuatan keju mulai menurun beberapa abad setelah kejatuhan Roma. Banyak keju yang dikenal pada masa kini pertama kali didokumentasikan pada Jaman Pertengahan atau setelahnya, misalnya keju cheddar pada 1500 M, keju Parmesan pada 1597, keju Gouda pada 1697, dan keju Camembert pada 1791. Untuk kebanyakan keju yang diproduksi di seluruh dunia, digunakan susu sapi, akan tetapi susu dari hewan lain, terutama kambing dan domba juga banyak digunakan. Kualitas susu yang digunakan di (semi-) industri pembuatan keju dikontrol dengan ketat di Eropa. Mayoritas keju dibuat dari susu dengan perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik penuh, rendah lemak, maupun tanpa lemak). Jika non-pasteurisasi susu yang digunakan, keju harus dimatangkan (dengan cara diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang dari 4 °C untuk memastikan keamanan melawan organisme yang membahayakan (patogen). Persyaratan pasteurisasi susu yang digunakan untuk membuat keju varietas khusus diatur berbeda di setiap negara (Wikipediab, 2009)
Pembuatan keju melibatkan sejumlah tahapan yang umum untuk kebanyakan tipe keju. Susu keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan dicampur dengan rennet.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong dengan alat pemotong khusus menjadi kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang diinginkan – ditempat pertama untuk memfasilitasi pengeluaran whey. Selama periode proses pembuatan dadih (curd), bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan butiran-butiran dadih dikenai perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara itu pada saat yang bersamaan dadih dipanaskan menurut seting program. Kombinasi efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri, perlakuan mekanik, dan perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu pemisahan whey dari butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan dalam cetakan keju yang terbuat dari metal, kayu atau plastik, yang menentukan bentuk keju akhir. Keju dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya dengan mempergunakan tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama permbuatan dadih dan pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya ditentukan selama pematangan keju.
Langkah-langkah berbeda dalam pembuatan keju dibahas di bawah ini:
Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi. Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di kebanyakan negara. Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli, beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Susu yang diperuntukkan untuk keju tipe ini biasanya berasal dari peternakan pilihan dengan inspeksi ternak secara rutin oleh dokter hewan.
Walaupun keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi diyakini memiliki rasa dan aroma lebih baik, kebanyakan produser (kecuali pembuat keju tipe ekstra keras) mempasteurisasi susu, karena kualitas susu yang tidak dipasteurisasi jarang dapat dipercaya sehingga mereka tidak mau mengambil risiko untuk tidak mempasteurisasinya. Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms, yang bisa membuat “blowing” (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak. Pateurisasi reguler pada 72 – 73°C selama 15 – 20 detik paling sering dilakukan. Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming microorganism) yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan dapat menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam butirat dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi asam laktat. Gas ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (“blowing”), selain itu asam butirat juga tidak enak rasanya.
Perlakuan panas yang lebih sering akan mengurangi risiko seperti tersebut di atas, tetapi juga akan merusak sifat-sifat umum keju yang terbuat dari susu, sehingga digunakan cara lain untuk mengurangi bakteri tahan panas. Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah banyak dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak diinginkan telah diadopsi, terutama di negara-negara dimana penggunaan inhibitor kimia dilarang.
Biakan Biang
Biakan biang merupakan faktor penting dalam pembuatan keju; biakan ini memiliki beberapa peran.
Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
- biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
- biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C
Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain), dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic berada dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini tidak hanya memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2. Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju butiran dan tipe “mata bundar (round-eyed) ”. Contohnya keju Gouda, Manchego dan Tilsiter dari biakan mesophilic dan Emmenthal dan Gruyère dari biakan thermophilic . Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju yang sejenis.
Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju yaitu:
- kemampuan memproduksi asam laktat
- kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,
- kemampuan memproduksi karbondioksida
Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih. Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang penting untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey).Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang mempengaruhi konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih. Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam adalah menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat. Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju (kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar, fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam seminggu. Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Biakan turunan campuran dengan kemampuan mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi keju dengan tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas yang berkembang awalnya terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan menjadi jenuh, gas dilepaskan dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada keju keras dan semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim asli dari susu dan dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet, menyebabkan dekomposisi protein.
Penambahan lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium Klorida (CaCl2 ) Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju. 5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk mencapai waktu koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang cukup. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras sehingga sulit untuk dipotong. Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4), biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum kalsium klorida ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum karena pembentukan koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2), yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap dalam dadih. Karbondioksida (CO2) Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu, tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3 unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat. Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan jumlah rennet yang lebih sedikit.
Saltpetre (NaNO3 atau KNO3) Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform. Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan merujuk pada komposisi susu, proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan lain-lain; karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan menghambat pertumbuhan biang. Overdosis saltpetre bisa mempengaruhi pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan. Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang kedokteran, dan juga dilarang di beberapa negara.
Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak susu dan melalui variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana , pewarna anatto alami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di negara-negara dimana pewarnaan diperbolehkan. Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada keju blueveined, untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras dengan birunya biakan mikroorganisme di keju.
Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis. Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7). Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Ada beberapa teori tentang mekanisme prosesnya, dan bahkan saat ini hal tersebut tidak dimengerti secara menyeluruh. Bagaimanapun juga, hal ini jelas bahwa proses berjalan dalam beberapa tahapan; secara umum dibedakan sebagai berikut:
- transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet
- pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada
Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga oleh faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet sekitar 40 °C, tetapi dalam praktik biasanya digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan yang berlebihan pada gumpalan. Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan dipasarkan dalam bentuk larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang berarti bahwa satu bagian rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000 bagian susu dalam 40 menit pada 35 °C . Rennet dari bovine (termasuk keluarga sapi) dan babi juga digunakan, sering dikombinasikan dengan rennet anak sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan rennet cair.
Pengganti rennet hewan
Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti rennet hewan. Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena penolakan para vegetarian untuk menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan. Di dunia Muslim, penggunaan rennet babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan alasan penting yang lebih jauh untuk menemukan pengganti yang sesuai. Ketertarikan produk pengganti telah tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir karena keterbatasan rennet hewan yang berkualitas bagus.
Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental:
- enzim penggumpal dari tanaman
- enzim penggumpal dari mikroorganisme
Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan penggumpalan pada umumnya baik dengan persiapan yang dibuat dari enzim tanaman. Satu kelemahan adalah bahwa keju sering mengembangkan rasa pahit selama penyimpanan. Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
| Contoh sebuah tong keju konvensional pada tahapan-tahapan yang berbeda : A : selama pengadukan B : selama pemotongan C : selama pengeringan whey D : selama pengepresan/penekanan Sumber : Dairy Processing Handbook , Tetrapak Swedia |
Gambar 1 : Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30 menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm, tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air dalam keju yang dihasilkan.
Pra-pengadukan
Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap perlakuan mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut, tetapi cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi dadih di dasar tong menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat kerusakan pada mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju rendah lemak cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa pengadukannya harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan hilangnya kasein dalam whey.
Pra-pengeringan whey
Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam, diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume batch – dikeringkan setiap saat.
Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran whey (sineresis). Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
- Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
- Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
- Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Waktu dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode pemanasan dan tipe keju. Pemanasan sampai suhu diatas 40 °C, kadang-kadang disebut pemasakan, biasanya dilakukan dalam dua tahap. Pada 37 – 38°C aktivitas bakteri asam laktat mesophilic terhambat, dan pemanasan terhenti untuk mengecek keasaman, setelah itu pemanasan berlanjut sampai suhu akhir yang diinginkan. Diatas 44 °C bakteri mesophilic ternon-aktifkan secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 °C antara 10 dan 20 menit.
Pemanasan melebihi 44 °C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran). Beberapa tipe keju, seperti Emmenthal, Gruyère, Parmesan dan Grana, dibakar pada suhu setinggi 50 – 56 °C. Hanya bakteri pemroduksi asam laktat yang paling tahan panas yang bertahan pada suhu ini. Salah satunya adalah Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat penting dalam pembentukan karakter keju Emmenthal.
Pengadukan akhir
Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan pengadukan. Lebih banyak whey diteteskan dari granule selama periode pengadukan akhir. Hal ini terutama karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan, juga karena efek mekanis pengadukan.
Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan dan kandungan air dalam keju.
Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih
Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih dengan berbagai cara, tergantung pada tipe keju.
Gambar 2 : Keju dengan tekstur granular
Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong keju; hal ini digunakan terutama dengan membuka tong keju secara manual. Setelah pengeringan whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan memperoleh tekstur dengan lubang-lubang/mata tidak beraturan, juga disebut tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang tersebut terutama terbentuk karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang dengan biakan biang LD (Lactococcus lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis). Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan dipress, maka mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara kecil berada pada bagian dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan dikeluarkan selama periode pematangan mengisi dan memperbesar kantong-kantong ini secara bertahap. Lubang yang terbentuk dengan cara ini berbentuk tak beraturan. Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey melewati sebuah saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule terpisah dari whey dan disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang dihasilkan memiliki tekstur granular.
Gambar 3 : Keju bermata bundar
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas juga digunakan dalam produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya agak berbeda. Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal, dadih dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan dan pengepresan. Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum pengumpulan dan pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan tekstur yang tepat pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah menunjukkan bahwa ketika granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan whey, dadih mengandung rongga-rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul di rongga-rongga kecil yang terisi whey ini. Gas terbentuk ketika mereka mulai tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi karena pertumbuhan bakteri berlanjut, terjadi penjenuhan lokal yang menghasilkan formasi lubang-lubang kecil. Selanjutnya, setelah produksi gas telah berhenti karena kekurangan substrat, difusi menjadi proses yang paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang yang telah relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang. Pembesaran lubang-lubang yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil merupakan salah satu konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang menyatakan bahwa diperlukan tekanan gas lebih sedikit untuk memperbesar sebuah lubang besar daripada lubang kecil.
Gambar 4 : Keju bertekstur tertutup
Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar merupakan contohnya, biasanya dibuat dengan biakan biang yang mengandung bakteri yang tidak menghasilkan gas – biasanya bakteri pemroduksi asam laktat strain tunggal seperti Lactococcus cremonis dan Lactococcus lactis. Teknik proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan rongga-rongga yang disebut lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang dalam keju granular atau bermata bundar memiliki penampakan yang mengkilat, lubang-lubang mekanik memiliki permukaan bagian dalam yang kasar. Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam laktat (sekitar 2 jam setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai suatu bentuk penanganan khusus yang disebut chedarring. Setelah semua whey telah dibersihkan, dadih dibiarkan untuk pengasaman lanjutan dan penutupan. Selama periode ini, biasanya 2 – 2.5 jam, dadih dibentuk dalam blok-blok yang dibolak-balik dan ditumpuk.
Perlakuan akhir dadih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara lain:
1. ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
2. pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau
3. dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipe Pasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
Penekanan (Pengepresan)
Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan (pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
- untuk membantu pengeluaran whey akhir
- untuk memberikan tekstur
- untuk membentuk keju
- untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju.
Pengasinan/Penggaraman
Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar. Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 – 2%. Blue cheese dan varian white pickled cheese (Feta, Domiati), pada umumnya memiliki kandungan garam 3 – 7%. Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang merupakan hasil dari penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada konsistensi keju, yaitu keju menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, dadih yang dikenai garam pada pH 5.3 – 5.6 selama 5 – 6 jam setelah penambahan biakan utama, menyebabkan susu tidak mengandung zat-zat penghambat bakteri.
Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah semua whey dibersihkan. Untuk distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 – 10 menit. Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih secara mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada kepingan-kepingan ( chips ) cheddar selama tahap akhir proses melalui mesin cheddaring yang berkelanjutan.
Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam sebuah kontainer dengan air garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam sebuah ruangan dingin dengan suhu sekitar 12 – 14 °C.
Gambar 5 : Sistem pengasinan dengan air garam pada industri
Kandungan garam pada tipe keju yang berbeda % garam
- Cottage cheese 0.25 – 1.0
- Emmenthal 0.4 – 1.2
- Gouda 1.5 – 2.2
- Cheddar 1.75 – 1.95
- Limburger 2.5 – 3.5
- Feta 3.5 – 7.0
- Gorgonzola 3.5 – 5.5
- Blue cheeses lain 3.5 – 7.0
Pematangan
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui serangkaian proses mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan lemak menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara keju keras, sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi di dalam masing-masing grup ini.
Dekomposisi laktosa
Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis keju yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan fermentasi laktosa. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan Cheddar, laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang terakhir, selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama penyimpanan. Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang besar di keju dengan komponen buffering dari susu, dimana kebanyakan yang telah termasuk dalam gumpalan. Asam laktat kemudian hadir dalam bentuk laktat pada keju yang telah lengkap. Pada tahap selanjutnya, laktat memberi substrat yang cocok untuk bakteri asam propionat yang merupakan bagian penting flora mikrobiologi dari Emmenthal, Gruyère dan tipe-tipe keju sejenis.Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk karbondioksida dengan jumlah yang signifikan, dimana merupakan penyebab langsung pembentukan mata bundar yang besar pada tipe keju yang disebutkan di atas. Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika kondisinya sebaliknya tidak bagus untuk fermentasi ini, dimana terbentuk hidrogen sebagai tambahan asam lemak dan karbondioksida yang volatil tertentu. Fermentasi ini timbul pada tahap akhir, dan hidrogen dapat menyebabkan keju menjadi rusak. Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam bakteri asam laktat.
Dekomposisi protein
Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan terutama oleh dekomposisi protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi kualitas keju sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari
- rennet
- mikroorganisme
- plasmin, suatu enzim pengurai protein
Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah molekul parakasein menjadi polipeptida. Pemecahan pertama oleh rennet membuat kemungkinan dekomposisi kasein yang lebih cepat melalui aksi enzim-enzim bakteri daripada jika enzym-enzym ini harus memecah molekul kasein secara langsung. Pada keju dengan suhu masak yang tinggi, keju yang dibakar seperti Emmenthal dan Parmesan, aktifitas plasmin memainkan peranan pada pemecahan pertama. Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger, dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang terbentuk di permukaan. Pada proses yang disebutkan terakhir, dekomposisi protein berproses lebih jauh sampai akhirnya ammonia diproduksi sebagai hasil aksi proteolitik yang kuat dari hapusan bakteri.
Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan. Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang berbeda dalam ruang penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat penting untuk laju pematangan, berat susut, pembentukan kulit dan perkembangan permukaan flora (di Tilsiter, Romadur dan yang lain) – dengan kata lain untuk karakter total keju. Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras, bisa diberi pelapisan emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau kantong plastik yang dapat menyusut.
- Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang beragam.
- Keju-keju seperti Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan biasanya 85 – 90%.
- Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain – biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
- Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3 – 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir terbentuk.
Angka-angka yang diberikan untuk suhu dan kelembaban relatif, RH, merupakan perkiraan dan bervariasi untuk macam-macam keju yang berbeda dalam grup yang sama.
Spesifikasi keju secara umum ada beberapa kategori yaitu :
1. Berdasarkan susu yang digunakan:
a. Susu sapi dan biri-biri : keju Requefort
b. Susu kambing : keju chevre
2. Berdasarkan kekerasan:
a. Sangat keras : permesan
b. Keras, tampa lubang-lubang : cheddar
c. Keras berlubag : gruyere
d. Agak lembut (semisoft) : muenster
3. Berdasarkan prosesyang terjadi dalam pematangan keju :
a. Dimatangkan oleh jamur internal : gorgonhzola
b. Dimatangkan oleh jamur eksternal : camembert
4. Lain-lain
a. Keju yang dibuat dengan memplastisasi curd dalam air poanas : caciocavallo
b. Keju yang diasinkan dengan penambahan garam ke dalam curd : cheshire
5. Negara asal
6. Karakter internal : tekstur tertutup atau terbuka, lubang mata besar, sedang atau kecil.
7. Karakter luar : berkulit keras, lunak, licin atau kasar ( malaka,2007)
Pengujian Susu Secara Biologik
Pengujian mutu susu secara biologik dilakukan di Laboratorium meliputi :
1. Uji Reduktase : apabila angka reduktase yang diuji lebih besar dari angka milk codex (lebih besar dari satu), berarti kandungan kuman dalam susu relatif banyak.
2. Uji Katalase : apabila angka katalase yang diuji lebih besar dari angka milk codex (lebih besar dari nol), berarti sus yang diperiksa mengandung banyak kuman.
3. Uji Breed: apabila jumlah kuman dalam susu yang diuji lebih besar dari angka codex (lebih dari satu juta kuman per cc), berarti susu yang diperiksa mengandung banyak kuman.
Faktor-faktor yantg mempengaruhi kualitas keju yaitu:
1. Derajat keasaman susu pada proses pembuatan curd
2. Jenis mikroorganisme yang digunakan
3. Komposisi nutrisi susu yang digunakan dalam proses pembuatan keju, semakin tinggi kadar lemak dalam susu, keju yang dihasilkan semakin lembut, harum dan menarik. Sebaliknya, bila kadar lemak dalam bahan baku susu rendah, akan dihasilkan keju yang keras dan berwarna pucat
4. Temperatur, kelembaban danb proses produksi
5. Lamanya proses pematangan keju (Anonima , 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar